:: renungan :: Betapa Cinta

Betapa cinta. Ketika syair indah itu dilantunkan atas nama-Nya. Bukan untukku, ataupun untuknya, tapi hanya untuk ridhoNya. Ketika duniawi terukur dalam diri, kekecewaan yang dirasa bukan lagi hal yang aneh jika semua berjalan tidak seperti yang kita harapkan. Bukankah proses adalah tolak ukur yang dilihatNya? Apapun hasilnya, tentu itulah yang terbaik agar kita senantiasa mengkaji dan mengukur diri. Untuk apa kita bersyair? Bukankah salah satu misi dakwah kita? Di sinilah semua terasakan. Di HATI. Penghargaan dari manusia hanya suatu titik yang mengikuti kemudian, karena Dia akan memberikan dunia dan isinya ketika kita bersamaNya, bukan bersama dunia itu sendiri. Dialah penentu apa yang akan, sedang dan telah terjadi.



Betapa cinta. Ketika diri-diri ini saling mengokohkan. Bukan karena aku, juga bukan karenanya, tapi hanya karena izinNya. Ketika kekurangan diri terutup oleh saudara kita, bukan untuk saling menyalahkan ataupun menyalahkan diri sendiri. Merasa hina. Ukhuwah yang terjalin seharusnya bukan hanya sampai ta`aruf, tapi hingga tahap terakhir. Ikatan hati antar kita harusnya menjembatani, saling mengisi kekosongan tanpa diminta, sehingga saudara kita tak perlu merasa bersalah. Itulah arti sebuah tim. Bukan hanya memikirkan tugas diri, tapi juga menempatkan bagaimana agar diri2 ini mampu menutupi celah satu sama lain, bukan menjadi sosok-sosok individualis.



Betapa cinta. Ketika wajah-wajah itu senantiasa berseri. Bukan hanya kepadaku, kepadanya, tapi kepada takdirNya. Ketika dunia tidak berjalan seindah biasanya, karena segala sesuatu senantiasa diikuti hikmah yang nyata. Dewasalah. Karena dewasamu akan mengalahkan kesedihan yang fana. Kita memang manusia biasa, dan wajar jika bersedih hati ketika langkah-langkah panjang ini menjadi seolah tak bermakna ketika tujuan tak tercapai. Tapi yakinkan diri bahwa misi dakwah kita sampai pada targetnya, membawa perubahan . Bawalah hati-hati kita bersamanya. Biarlah Dia saja yang menilai. Ikhlaskan. Bukankah selama ini dunia berseri kepada kita, hanya saja kita jarang memandang dari sudut pandang yang positif. Tak usahlah bercermin pada manusia, karena rasa puas tak akan pernah ada. Bukankah nikmat yang Dia turunkan tak hanya untuk kita, tapi untuk mereka juga. Ketegangan dan ketakutan yang muncul hanyalah fana, lupakanlah. Jalani semua dengan tenang, dan yakin Dia selalu bersama kita, di mana dan kapan saja.

Comments

Popular posts from this blog

Karena Wanita Ingin Dimengerti

Buah Mengembalikan Urusan Kepada Allah dan Bersabar

jangan menjadi kacang lupa kulitnya