Alicia Tung - Seorang Gadis Nasrani Yang -akhirnya- Memeluk Islam

Ia berdarah campuran Cina dan Eropah tapi kini bermukim di Amerika. Kematian sahabatnya membuat gadis ini meninggalkan gereja dan agama. Ketika ia berkunjung ke Jakarta, sayup-sayup didengarnya suara azan hatinya tersentuh seolahdipanggil Tuhan untuk kembali ke jalanNya. Ia lalu mencari kebenaran hakiki dan dijumpainya dalam Islam. Gadis itu bernama : Alicia Tung.

Meskipun sedari masa kanak-kanak hingga remaja aku tidak pernah melewatkan hari Mingguku tanpa ke Gereja, rasanya aku tidak pernah menemukan makna ibadah. Padahal aku aku sudah mencoba sekuat tenaga untuk menjadi seorang Nasrani yang baik, terlebih ketika ketiga sahabatku dari Indonesia mengalami kecelakaan maut di Amerika. Aku semakin tidak menghiraukan agama dan keberadaan Tuhan !

Peristiwa ini begitu dalam menikam kalbu dan meluapkan kemarahanku kepada agama yang tidak memberikan jawaban yang memuaskan terhadap tragedi kematian mereka.

"Oh, Tuhan, mengapa Kau renggut mereka dalam usia belia? Kalau Kau tahu akan begini jadinya, mengapa mereka Kau ciptakan ?"

Demikian protesku kepada setiap orang yang mencoba menjelaskan sebab-musabab kematian mereka.

Untuk itulah aku sengaja meluangkan waktu mengunjungi makam mereka, saat kedatangan pertamaku ke Indonesia pada 1995, setahun selepa tragedi yang mengenaskan itu.

Luka hatiku kembali terkuak tatkala aku menatap gundukan-gundukan tanah disela pohon-pohon kamboja yang mengering. Hembusan angin dan kicau burung dsiang hari itu tidak mampu menyejukkan perasaanku yang diaduk-aduk oleh kesedihan dan kemarahan lantaran aku tidak berdaya menghindarkan mereka dari kematian.

Aku terluka karena kehangatan persahabatan yang kami bina sejak awal SMA direnggutkan Tuhan. Ditengah kebimbangan itu aku berteriak, "Tuhan, kalau Engkau ada, tunjukkanlah keagungan Engkau. Sebab aku tidak tahu mesti berbuat apa !"

Gema Adzan
Sehari sesudah itu hatiku dilanda kesepian. Aku kembali dicekam kesedihan, dan merasakan betapa berat dan lunglainya tubuhku. Kuhabiskan waktuku hanya dengan berbaring dibilik hotel sambil membayangkan kenangan indah bersama tiga orang sahabat karibku itu.Tiba-tiba aku dikagetkan oleh sebuah suara merdu yang sangat asing bagi telingaku.

"Oh, alangkah indahnya." gumamku penuh tanda tanya. Suara apakah itu yang mendayu=dayu mengusik ketenanganku ?

"Itu disebut adzan, yaitu panggilan bagi ummat Islam untuk bersembahyang." kata seorang ibu yang menemani perjalananku. Aku berjanji ingin mengetahui Islam sekembaliku di Denver, Amerika Serikat, tempat kelahiranku nanti. Sebab aku yakin suara adzan yang mengisi kesepianku itu adalah petunjuk Tuhan. Aku percaya Tuhan mengabulkan doaku.

Sejak itu, tidak sedetikpun waktu yang terlewat tanpa mempelajari Islam. Baik yang kudapat dari buku-buku maupun dari teman-teman Muslimku. Aku mencoba memahami prinsip-prinsip ajaran Islam seperti Sholat, zakat, puasa dan haji disamping ajaran-ajaran tentang moralitas.

Belum genap tiga bulan aku berkenalan dengan Islam, akupun dapat berdamai dengan Tuhan yang telah merenggut nyawa teman-temanku. Aku menerima kepergian mereka sebagai takdir yang tak dapat dielakkan oleh manusia. Dan aku merasakan kian dekatnya hubungan manusia dengan Tuhan dalam Islam.

Aku dapat berkomunikasi langsung. Kalaupun aku berbuat salah, aku dapat memohon ampun kepada-Nya tanpa perantara. Kebutuhan spiritual dan rasionalku dapat terpuaskan. Untuk itulah aku mengikrarkan diri sebagai Muslimah dihadapan para anggota Organisasi Islam Colorado, sebuah lembaga yang banyak membantu perjalananku dalam memahami ajaran-ajaran Islam.

Menjadi Manusia
Perbedaan agama bukan merupakan hal yang baru dalam keluargaku. Ayahku yang lahir di China tetap teguh berpegang pada ajaran Budha, sedangkan Ibu dan ketiga kakakku menganut Katolik Roma.

Karena itulah pengakuanku sebagai seorang Muslimah tidak banyak menemukan kendala meskipun waktu itu aku belum genap berusia sembilan belas tahun dan merupakan putri bungsu satu-satunya dari empat bersaudara.

Namun, bukan berarti jalan yang kulalui begitu mulus tanpa liku. Dimata komunitas gereja, keberadaanku tak ubahnya seperti seorang serdadu pembelot yang tidak akan dibiarkan hidup tenang. Dalam setiap kesempatan bertemu, mereka selalu melontarkan cemooh :

"Apa sih untungnya memeluk agama yang penuh larangan ?" atau "Apakah kau tidak takut dilemparkan kedalam neraka kelak ?"

Memang benar, banyak hal yang diharamkan dalam Islam yang terkadang membingungkanku. Namun aku tahu itu adalah konsekuensi menjadi Muslimah. Aku sadar dengan memilih Islam, maka akupun harus mematuhi ajaran-ajarannya.

Gangguan-gangguan terus berdatangan, bahkan kali ini juga oleh kakak-kakakku. Mereka sering menggodaku dengan menawarkan makanan-makanan yang dilarang, termasuk bir. Tapi aku berusaha menguatkan hati. Dengan selalu memasrahkan diri kepada ALlah, justru godaan-godaan itu kujadikan batu ujian untuk mengkristalkan keimananku. Alhamdulillah, Mama mau memahami sehingga memisahkan masakan buatku.

Kini baru aku merasa menjadi manusia setelah masuk Islam karena aku melihat manusia berada pada kesamaan derajat dihadapan Tuhan yang tercermin dalam sholat berjamaah. Tidak perduli kaya, miskin ataupun gelandangan, semua sama.

Siapa yang datang lebih dahulu bisa berada di saf terdepan. Juga aku merasa hidupku menjadi bermakna, aku sekarang tahu untuk apa dan untuk siapa aku menjalani kehidupan ini.

Takut Tidak Tahan
Ketika pertama kali menghadapi bulan suci Ramadhan, hatiku berdebar-debar. Aku dipenuhi ketakutan tidak dapat menjalani puasa, maklumlah sebelum memeluk Islam aku tidak pernah kelaparan. Rasanya aneh melihat orang tidak makan atau minum, padahal makanan dan minuman berlimpah. Tidak hanya itu, aku juga tidak tahu bagaimana seharusnya sikap orang yang berpuasa. Dalam benakku, berpuasa berarti tidak boleh makan dan minum sehari penuh itu saha.

Maka hari-hari menjelang Ramadhan adalah hari-hari menakutkan. Aku sampai menangis karena khawatir tidak bisa menjalani beratnya ujian puasa. Ketika esoknya harus berpuasa, malamnya aku makan sebanyak-banyaknya sampai subuh. Begitupun malam berikutnya, aku sahur dan tidak berhenti makan sebleum batas waktunya. Namun, aku toh hanya dapat menjalaninya sampai 20 hari.

Kini aku sudah terbiasa, dan puasa bukanlah suatu hal yang berat karena ternyata aku juga harus menahan diri dari segala nafsu duniawi. Maka untuk mengurangi rasa berat itu aku mengerjakan apa saja yang dapat kulakukan.

Tantangan lain yang harus kuhadapi adalah keinginanku memahami ajaran Islam seutuhnya, sebab setidaknya aku harus bisa menjawab tepat jika ada yang bertanya tentang Islam. Untuk itu aku tidak segan-segan melepas profesiku sebagai fotomodel dan mulai melakukan safari ke Uni Emirat Arab, Oman dan Bahrain untuk mendalami ajaran dan kebudayaan Islam.

Aku ikut pula menyokong kebangkitan umat Islam diseluruh dunia, khususnya berdirinya negara Palestina. Keaktifanku di "The Colour Islamic Organization" dikota Denver kumanfaatkan untuk berdiskusi tentang gerakan Palestina dalam pertemuan-pertemuan yang kami selenggarakan. Aku ingin orang-orang tidak sekedar melihat sisi ekstrem masyarakat Palestina, tetapi juga menghayati sebab-sebabnya serta esensi tujuan perjuangan mereka.

Bersekolah Sambil Berdakwah
Sejak kian mantap menjadi Muslimah, aku tak pernah ragu dan takut menunjukkan identitasku. Ketika aku memasuki Institut Komunikasi Internasional di Denver, aku selalu mengucapkan :

"My name is Alicia, I'm a Chinese-American and a Moslem."

Aku sengaja memperkenalkan diri dengan cara demikian bukan sekedar untuk menunjukkan jati diriku, melainkan juga cara untuk berdakwah. Ada beberapa teman yang tertarik dan ingin mengetahui dengan bermacam-macam tentang agama yang kuanut. Bahkan beberapa waktu sesudah itu ada yang secara khusus datang kepadaku belajar tentang Islam. Mereka juga kuajak ke Masjid untuk berdiskusi dan belajar disana. Sebab, di Masjid aku aktif memberikan pelajaran membaca Al-Quran dalam bahasa inggris kepada para wanita yang ingin memeluk agama Islam.

Secara perlahan-lahan aku mengajari dan mengetuk hati mereka, aku sendiri telah merasakan betapa beratnya seorang pemula mempelajari dan menjalani ajaran Islam. Aku juga tidak memaksa mereka, karena Islam mengajarkan bahwa tidak ada paksaan didalam memeluk suatu agama.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Institut Komunikasi Internasional, aku menempuh Master of Arts dijurusan Administrasi Publik di Universitac Colorado. Aku tidak tahu kenapa aku yang dulu suka hura-hura selaku fotomodel, bahkan pernah menjadi cheerlader, sebagai penari terbaik diantara para penari lain, kini justru tertarik oleh bidang agama, sosial dan politik.

Semua terjadi gara-gara aku prihatin melihat nasib para gelandangan, sementara pemerintah sangat sedikit membantu kebutuhan mereka. Dana yang ada selama ini hanya diprioritaskan untuk keperluan militer. Menurut hematku, harus ada orang yang bekerja diteras pemerintahan untuk melakukan lobi dengan mereka yang duduk diatas.

Guna mewujudkan keinginanku itu, aku bergabung dengan Organisasi Sosial yang berusaha menyalurkan para duafa agar bisa bekerja dipemerintahan. Kupilih LSM, sebab disitu kami berbincang-bincang dan menghidupkan harapan para gelandangan untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik.

Namun sengaja aku tidak mau berbicara atau mendakwahkan Islam. Tugasku adalah menyembuhkan dan memulihkan mental mereka agar mau berusaha meraih hidup arti hidup. Aku berupaya memberikan penerangan kepada kaum tunawisma, kaum miskin yang tidak punya keluarga, orang-orang kecewa, orang-orang yang kecanduan alkohol dan tidak mendapat tempat layak didalam masyarakat.

Dalam organisasi sosial itu kami dan mereka bertemu sebulan sekali. Kadang-kadang hanya untuk sekedar makan malam sambil berbincang-bincang dan sedikit menumpahkan perhatian karena perhatian kita sangat penting bagi kesembuhan mereka.

Adapun untuk memberitahukan tentang Islam, aku cukup memperkenalkan identitasku dan menampilkan perilaku yang baik serta sentuhan-sentuhan dari hati-kehati yang penuh kasih sayang. Aku percaya, jika ALlah berkehendak, Ia akan membuka mata dan hati mereka untuk menjadi Muslim.

Ingin Ke Tanah Suci
Sebagaimana orang Islam pada umumnya, aku yakin terkena juga kewajiban menjalankan ibadah haji. Sebenarnya sudah lama aku ingin melaksanakan ibadah tersebut, tapi aku berniat akan berangkat setelah berumah tangga.Aku sangat iri melihat orang lain menunaikan ibadah haji. Sayang, Tuhan belum memberiku jodoh yang seiman untuk menjadi suamiku (tentu saja ia harus Muslim pula). Aku tidak mau bersuamikan non-Muslim, sebab aku takut dosa.

Sebagai gantinya, dalam waktu dekat ini aku akan melaksanakan umrah. Niat melakukan Haji biarlah kutangguhkan sementara. Selain itu aku juga punya niat akan belajar dulu di Abu Dhabi untuk memperdalam keIslamanku. Aku masih dahaga akan ilmu agama, sebab semakin aku belajar Islam, semakin aku tahu betapa piciknya aku sebagai manusia dihadapan ilmu Tuhan.

Penutup dari penulis
Pelajaran dan hikmah apa yang bisa kita ambil dari True Story diatas ? Semuanya bergantung dengan diri kita masing-masing, sampai sejauh mana keimanan kita kepada ALlah. Namun yang jelas, setiap sesuatu yang terjadi terhadap kita maupun orang lain pasti mempunyai suatu hikmah yang besar dibaliknya.

"Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan."
(QS. 94:5)

Banyak sekali persamaan cerita diatas dengan keadaan kita di Indonesia, terutama mengenai nasib kaum gelandangan dan duafanya. Ada berapa banyak orang-orang seperti Alicia Tung yang duduk dibangku pemerintahan RI ? yang mau memperhatikan nasib saudara-saudaranya yang jauh berada dibawah dirinya.

Berapa banyak pula orang-orang "murni" seperti Alicia yang memberikan perhatian yang begitu dalam kepada mereka yang terlantar tanpa balas jasa apapun. Bahkan dia sendiripun enggan untuk melancarkan dakwah-dakwah Islamnya kepada mereka yang jelas-jelas bergantung kepada dirinya. Bandingkan dengan upaya-upaya yang dilancarkan oleh pihak Nasrani.... tahu kan apa yang saya maksud ....(*smile*)

"Katakanlah:"Hai orang-orang kafir!" aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah Dan kamu bukan penyembah Ilah yang aku sembah Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Ilah yang aku sembah Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku"
(QS. 109 : 1-6)

Betapa mulianya ajaran Islam ini sebenarnya ....
Jauh sebelum Amerika gencar dengan berbagai komisi-komisi HAMnya, Al-Quran melalui Nabinya Muhammad Saw telah sejak jauh-jauh hari memproklamirkan tentang kebebasan Hak Asasi yang dimiliki oleh manusia. Bahkan jauh lebih sempurna dengan apa yang ada sekarang ini.

"Tidak ada paksaan untuk memeluk agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. 2:256)

"Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka." (QS. 17:13)


Comments

Popular posts from this blog

Dua Puluh Anak-Anak Palestina di Penjara Militer Israel Hidupnya Terancam

:: The assassination :: www.palestinehistory.com

:: The assassination :: www.palestinehistory.com