:: dari milis :: Polisi london dan polisi indonesia

Orang Beragama atau Orang Baik?

Seorang lelaki berniat untuk menghabiskan seluruh waktunya
untuk beribadah. Seorang nenek yang merasa iba melihat
kehidupannya membantunya dengan membuatkan sebuah pondok kecil
dan memberinya makan, sehingga lelaki itu dapat beribadah
dengan tenang.

Setelah berjalan selama 20 tahun, si nenek ingin melihat
kemajuan yang telah dicapai lelaki itu. Ia memutuskan untuk
mengujinya dengan seorang wanita cantik. ''Masuklah ke
dalam pondok,'' katanya kepada wanita itu, ''Peluklah ia dan
katakan 'Apa yang akan kita lakukan sekarang'?''

Maka wanita itu pun masuk ke dalam pondok dan melakukan
apa yang disarankan oleh si nenek. Lelaki itu menjadi sangat
marah karena tindakan yang tak sopan itu. Ia mengambil sapu dan
mengusir wanita itu keluar dari pondoknya.

Ketika wanita itu kembali dan melaporkan apa yang terjadi,
si nenek menjadi marah. ''Percuma saya memberi makan orang
itu selama 20 tahun,'' serunya. ''Ia tidak menunjukkan
bahwa ia memahami kebutuhanmu, tidak bersedia untuk membantumu ke
luar dari kesalahanmu. Ia tidak perlu menyerah pada
nafsu, namun sekurang-kurangnya setelah sekian lama beribadah
seharusnya ia memiliki rasa kasih pada sesama.''

Apa yang menarik dari cerita diatas? Ternyata ada
kesenjangan yang cukup besar antara taat beribadah dengan memiliki
budi pekerti yang luhur. Taat beragama ternyata sama sekali tak
menjamin perilaku seseorang.

Ada banyak contoh yang dapat kita kemukakan disini. Anda
pasti sudah sering mendengar cerita mengenai guru mengaji
yang suka memperkosa muridnya. Seorang kawan yang rajin
shalat lima waktu baru-baru ini di PHK dari kantornya karena
memalsukan dokumen.
Kawan yang lain sangat rajin ikut
pengajian tapi tak henti-hentinya menyakiti orang lain. Adapula
kawan yang berkali-kali menunaikan haji dan umrah tetapi
terus melakukan korupsi di kantornya.

Lantas dimana letak kesalahannya? Saya kira persoalan
utamanya adalah pada kesalahan cara berpikir. Banyak orang yang
memahami agama dalam pengertian ritual dan fiqih belaka.
Dalam konsep mereka, beragama berarti melakukan shalat,
puasa, zakat, haji dan melagukan (bukannya membaca) Alquran.
Padahal esensi beragama bukan disitu. Esensi beragama justru pada
budi pekerti yang mulia.

Kedua, agama sering dipahami sebagai serangkaian peraturan
dan larangan. Dengan demikian makna agama telah tereduksi
sedemikian rupa menjadi kewajiban dan bukan kebutuhan. Agama
diajarkan dengan pendekatan hukum (outside-in), bukannya
dengan pendekatan kebutuhan dan komitmen (inside-out). Ini
menjauhkan agama dari makna sebenarnya yaitu sebagai sebuah
sebuah cara hidup (way of life), apalagi cara berpikir (way of
thinking).


Agama seharusnya dipahami sebagai sebuah kebutuhan
tertinggi manusia. Kita tidak beribadah karena surga dan neraka
tetapi karena kita lapar secara rohani. Kita beribadah karena
kita menginginkan kesejukan dan kenikmatan batin yang tiada taranya.
Kita beribadah karena rindu untuk menyelami jiwa
sejati kita dan merasakan kehadiran Tuhan dalam keseharian
kita. Kita berbuat baik bukan karena takut tapi karena kita tak
ingin melukai diri kita sendiri dengan perbuatan yang
jahat.

Ada sebuah pengalaman menarik ketika saya bersekolah di
London dulu. Kali ini berkaitan dengan polisi. Berbeda dengan di
Indonesia, bertemu dengan polisi disana akan membuat
perasaan kita aman dan tenteram. Bahkan masyarakat Inggris
memanggil polisi dengan panggilan kesayangan: Bobby.

Suatu ketika dompet saya yang berisi surat-surat penting
dan sejumlah uang hilang. Kemungkinan tertinggal di dalam
taksi. Ini tentu membuat saya agak panik, apalagi hal itu
terjadi pada hari-hari pertama saya tinggal di London. Tapi
setelah memblokir kartu kredit dan sebagainya, sayapun
perlahan-lahan melupakan kejadian tersebut. Yang menarik,
beberapa hari kemudian, keluarga saya di Jakarta menerima surat
dari kepolisian London yang menyatakan bahwa saya dapat
mengambil dompet tersebut di kantor kepolisian setempat.

Ketika datang kesana, saya dilayani dengan ramah. Polisi
memberikan dompet yang ternyata isinya masih lengkap. Ia
juga memberikan kuitansi resmi berisi biaya yang harus saya bayar
sekitar 2,5 pound. Saking gembiranya, saya memberikan selembar
uang 5 pound sambil mengatakan, ''Ambil saja
kembalinya.'' Anehnya, si polisi hanya tersenyum dan memberikan
uang kembalinya kepada saya seraya mengatakan bahwa itu
bukan haknya. Sebelum saya pergi, ia bahkan meminta saya untuk
mengecek dompet itu baik-baik seraya mengatakan bahwa kalau ada
barang yang hilang ia bersedia membantu saya untuk
menemukannya.

Hakekat keberagamaan sebetulnya adalah berbudi luhur.
Karena itu orang yang ''beragama'' seharusnya juga menjadi
orang yang baik. Itu semua ditunjukkan dengan integritas dan
kejujuran yang tinggi serta kemauan untuk menolong dan
melayani sesama manusia.



"Sudahkah Ramadhan Merubah Perilaku Hidup Kita Menuju Kehidupan
Spiritual Yang Lebih Baik? "

Comments

Popular posts from this blog

Karena Wanita Ingin Dimengerti

Buah Mengembalikan Urusan Kepada Allah dan Bersabar

jangan menjadi kacang lupa kulitnya