Mengungkap Strategi 'Perang' AS terhadap Dunia Islam

Publikasi: 21/04/2005 10:39 WIB

eramuslim - AS menghabiskan puluhan juta dollar untuk menjalankan strategi negaranya dalam menghadapi agama Islam dan umat Islam di dunia. Dana sebesar itu digunakan untuk membiayai pasukan militer yang melakukan operasi psikologis dan operasi rahasia CIA memberikan dana bagi media dan tim 'think tank' mereka.

Majalah US News and World Report yang terbit tanggal 15 April kemarin, mengupas tuntas tentang kebijakan AS yang menurut majalah itu tidak hanya mempengaruhi komunitas Muslim dunia, tapi juga agama Islam itu sendiri.

Dalam laporannya yang berjudul 'Hearts, Minds and Dollars', majalah itu menulis bahwa AS sedang menerapkan strategi perang dingin dengan dunia Islam. AS menyadari kegagalannya untuk merebut hati umat Islam, untuk itu sekarang ini pemerintah AS sedang mengarahkan perhatiannya pada kelompok-kelompok ketiga di dunia Islam yang sepakat dengan nilai-nilai seperti masalah demokrasi, hak asasi terhadap kaum perempuan dan toleransi.

AS melakukannya dengan terselubung, ujar Baran

Analis masalah-masalah terorisme yang banyak memberikan masukkan terhadap strategi yang diterapkan AS, Zeyno Baran mengatakan, "Anda memberikan uang dan bantuan untuk menciptakan ruang politik bagi kelompok Muslim moderat, membantu mereka menerbitkan, menyiarkan dan menerjemahkan kerja-kerja mereka."

Walaupun sejumlah pejabat AS mengatakan bahwa AS tidak ingin tenggelam dalam perang teologi, tulis majalah tersebut, AS menyimpulkan tidak bisa berlama-lama duduk di garis pinggir sementara kelompok radikal dan moderat, dengan jutaan pengikutnya, saling baku hantam demi masa depan agama mereka.

Yang masih menjadi persoalan, AS sendiri kelihatannya masih bingung untuk mengindentifikasi siapakah kelompok moderat dan tokoh-tokoh moderat tersebut, apakah mereka orang-orang yang berhaluan liberal atau konservatif. Namun dalam strateginya, AS menyebut nama sejumlah sekolah Islam dan aliran seperti aliran Wahabi di Arab Saudi, yang ingin mereka hilangkan.

AS menyatakan bahwa sejak tahun 1975, orang-orang Arab Saudi diperkirakan menghabiskan dana sebesar 75 milyar dollar untuk menyebarluaskan ajaran dari kelompok fundamentalis Wahabi ke seluruh dunia. Dana itu mereka gunakan untuk membangun mesjid, sekolah dan Islamic Center di luar negeri.

Di sisi lain, AS merekomendasikan untuk menggalang kerjasama dengan kelompok-kelompok Islam yang menentang kekerasan dan tidak sepaham dengan Al-Qaeda, misalnya Ikhwanul Muslimin. Milt Bearden, yang sudah 30 tahun berkarir di CIA dan punya pengalaman panjang dengan komunitas Islam pada majalah tersebut menyatakan, "Saya bisa jamin, jika anda melakukan kontak dengan pihak-pihak di dunia Islam yang selama ini dianggap tidak mungkin dilakukan, anda akan lihat bagaimana mereka menerima anda dengan baik."

"Ikhawanul Muslimin kemungkinan besar merupakan bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah," kata Bearden. Lebih lanjut, majalah AS itu mengungkapkan para intelejen AS sudah melakukan pertemuan bukan hanya dengan anggota Ikhwanul Muslimin tapi juga para pemimpin kelompok-kelompok Islam yang memiliki dasar pemikiran serupa.

Lebih lanjut ulasan majalah tersebut mengungkapkan, seperti yang dilakukan AS pada masa perang dingin, pemerintah AS melakukan propaganda besar-besaran ke negara-negara Arab, melalui pemikiran-pemikirannya bahkan artis-artis yang mereka bayar. Mereka ingin berusaha menembus dunia Arab melalui internet, musik, komik dan puisi. Ini terlihat dari bagaimana AS membiayai Radio Sawa, radio musik dan informasi, kemudian TV satelit Alhurra yang keduanya ditujukan bagi masyarakat Arab.

Demi kepentingannya itu, AS bahkan sengaja menjual video yang berisi berita hasil rekayasa dan membayar sejumlah kolumnis untuk menjalankan strateginya menghancurkan kalangan Islam radikal agar lebih bersikap moderat. Kebijakan seperti ini dilakukan AS pada masa perang dingin, di mana AS memanfaatkan kalangan sosialis moderat untuk menentang kalangan komunis yang fanatik.

Asistan Sekretaris di bidang pertahanan dan keamanan internasional Pentagon, Peter Rodman mengakui, perang ideologi sekarang ini lebih sulit dibanding pada masa perang dingin.

"Pada masa perang dingin lebih mudah. Pada saat itu perangnya adalah perang terhadap ideologi yang tidak mengenal Tuhan. Kali ini kita berhadapan dengan inti dari keyakinan orang Amerika bahwa kita tidak boleh mengganggu kebebasan beragama. Oleh sebab itu kita melakukannya dengan rahasia," ujar Zeyno Baran mendukung pernyataan Rodman.

Kedok Bantuan Internasional AS ke negara-negara Islam

Gelombang kebencian terhadap AS makin meluas di Dunia Islam

Majalah US News and World Report lebih jauh mengungkapkan bagaiman AS menerapkan strateginya dengan menggunakan kedok bantuan internasional. Organisasi bantuan mereka, US Agency for International Development (USAID) menjadi ujung tombaknya. Organisasi ini memberikan bantuan ke sekitar 24 negara Islam seperti Mesir, Pakistan dan Kyrgyzstan.

AS juga memberikan bantuan dana pada sejumlah media, mulai dari penerjemahan buku-buku sampai bantuan bagi sejumlah radio dan tv, ke lebih dari belasan negara Islam. Acara Sesame Street dalam versi bahasa Arab, kini menjadi acara paling populer di televisi Mesir. Dalam acara itu disisipkan pesan-pesan yang menekankan pentingnya toleransi agama.

Di Bangladesh, USAID membiayai pelatikan bagi para pemuka agama tentang isu-isu pembangunan. Di Madagaskar, Kedubes AS mensponsori turnamen olah raga antar mesjid. Di Indonesia, USAID bahkan memberikan bantuan pada sekitar 30 organisasi Islam, tulis majalah tersebut. Bantuan itu berupa program-program berbagai produk media, workshop untuk para da'i dan reformasi kurikulum sekolah-sekolah dari mulai akademi sampai universitas.

Meski sudah melakukan berbagai upaya untuk bisa merebut hati umat Islam, pada kenyataannya sikap anti Amerika malah makin meluas di setiap jenjang masyarakat di kalangan umat Islam. Laporan Center for Strategic and International Studies di bidang hubungan AS dan Arab menyatakan, hubungan kedua pihak itu sedang berada dalam titik yang paling rendah.

Kantor Pertanggungjawaban pemerintah AS dalam laporan bulanannya mengkritik pemerintah AS karena gagal membangun strategi untuk meningkatkan citra negara AS. Harian Washington Post dalam tulisannya menyatakan, kekacauan yang dilakukan AS karena pemerintah tidak berusaha melangkah masuk ke kelompok minoritas Muslim di negaranya sebagai bagian dari rencana globalnya. Washington Post menulis, Islam adalah agama yang perkembangannya paling cepat di AS dan kemungkinan bisa menjadi agama kedua terbesar di negara itu dalam beberapa tahun mendatang. (ln/iol)

Comments

Popular posts from this blog

Karena Wanita Ingin Dimengerti

Buah Mengembalikan Urusan Kepada Allah dan Bersabar

jangan menjadi kacang lupa kulitnya