jangan menjadi kacang lupa kulitnya
Assalamualaikum wr. Wb.
Segala puji bagi Allah semata, yang telah menciptakan segala yang ada di bumi, dan diantaranya secara seimbang dan tanpa cacat setitik pun. Subhanallah…
Segala puji bagi Allah, yang telah menciptakan segala sesuatu dengan berpasang-pasangan, demikianlah sunatullah berjalan... Ia yang telah menganugerahkan melalui karunia yang besar, dengan menjadikan manusia, makhluk yang ”paling tinggi derajatnya”, yang hidup secara berpasang-pasangan, sesuai denagn Lauh Mahfudz-NYA. Subhanallah..
Saudara,
Telah banyak kita baca dan pelajari [iya, kan?] tentang indahnya pernikahan. Betapa besar nilai dibalik itu semua, jauh lebih indah dari sekedar memuaskan hawa nafsu melalui “forum pacaran”.
Pernikahan secara islami, alhamdulillah syiarnya semakin nyaring terdengar, dengan indah, tentunya.
Tak sedikit para ikhwah yang tengah mempersiapkan hal tersebut, telah diingatkan akan pentingnya “pengkondisian keluarga” pra-nikah, terutama pada kedua orangtua sebelum masa “yang dinantikan” itu dapat terlaksana. Hal tersebut dikarenakan pengkondisian keluarga adalah momok yang amat rawan bagi para pendamba “keluarga islami”, karena sisi yang syamil darinya belum tentu telah difahami oleh kedua orangtua. Maka mereka tampak tengah memperjuangkan hal itu, dengan sedininya…
Saudara,
Apa yang sebenarnya terbenak dan terbayang dalam masa persiapan tersebut? Masa dimana akan dimulainya ’kehidupan yang baru’?
Begitu banyak pribadi yang telah mempersiapkan sejak masa yang cukup lama.Mungkin diantaranya dengan persiapan ruhaniah, finansial [umumnya pada para calon ’Bapak’], kedewasaan diri, dan entah apa saja itu.. yang pasti saya yakini itu adalah persiapan yang sangat baik dan direncanakan sematang mungkin. Tak jarang diantaranya langsung memasang target masa depan mereka, akan apa yang akan dan diinginkan, sebagai cita-cita yang insya Allah adalah suatu yang amat mulia.
Antara lain, yaitu dengan tinggal di rumah baru, bersama orang yang dicintainya.
Yah, mungkin singkatnya adalah perencanaan untuk membentuk pernikahan yang sakinah, mawaddah warohmah, dengan segala pernak pernik kehidupan didalamnya.
Sahabat,
Begitu indahnya pernikahan, hingga mungkin tiada satu manusia di muka bumi ini yang tak mendamba hadirnya karunia yang amat besar lagi indah itu. Sudah indah, dapat pahala pula..
Namun,
Pernah berfikir satu sisi lain tentang pernikahan, saudaraku?
Si penulis ingin bertanya tentang keluarga, tentang kedua orang tua...
Adalah suatu realita, bahwa didalam kehidupan pernikahan yang telah terbina, mereka tengah menjalankan kehidupan barunya, bersama istrinya, bersama suaminya, bersama anaknya yang lucu dan amat disayanginya.
Hingga saat masa-masa taaruf, khitbah, hingga munahakat berhasil terlewati, hingga kehidupan baru telah dimulai, mulailah keluarga baru menjalani kehidupannya. Mulai meninggalkan keluarga ’masa lalunya’, bersama orangtua, adik kakak dan saudara-saudaranya yang lain..
Telah terlewatkah satu cinta yang telah lama ia rasakan dalam umurnya, sebelumnya..?
Adalah tentang cinta ‘masa lalunya’, cinta yang kerap kali banyak ditinggalkan seseorang, saat ia telah memulai hidup barunya..
Kasih kedua orangtuanya sejak lalu dalam kandungan, sejak masih ditimang hingga dewasa dan mampu berfikir tajam dan analis…
Juga kasih dari kakak yang telah banyak memberi contoh dan keteladanan serta yang baik, kasih adik yang rela membantu saat dimintai tolong ataupun tanpa meminta sekalipun.
Adalah tentang cinta keluarga..yang banyak menganggap itu hanya menjadi keluarga sejati, dimasa lalu..
Ini kehidupan baruku, bersama orang yang kucinta di jalan-Nya.. aka ingin memuluskan jalan dakwah ini di jalan-Nya, bersamanya, orang yang kucintai..
Lalu, kesibukan dalam kehidupan berumah tangga itu pun mulai datang. Kehidupan sebagai pasangan, yang menjadi seorang ibu rumah tangga, yang menjadi seorang bapak bagi tiga atau lebih anaknya...
Lambat laun cinta itu dia mulai abai, perhatian yang dulu amat lengket itu kini mulai dilupakan, hingga waktu terus berjalan, membawa berbagai kondisi, kemelut dan masalah lain, sesuai dengan berjalannya waktu...
Lalu kasih kedua orang tua dan keluarga serta saudara-saudaranya lambat laun memudar..
Saudaraku,
Wajarkah hal itu kala terjadi, dan memang benar-benar terjadi, meski ia mengatakan ”masalahku di rumah tanggaku sendiri sudah banyak!”
”Aku sibuk!”
”Tak ada waktu tuk berkunjung, lain waktu saja, ya.”
Saudaraku,
Itulah fenomena yang terjadi dalam kehidupan setelah berumah tangga. Tanyakanlah pada orangtua tentang kisah-kisah keluarga mereka, anak-anak mereka setelah mereka beranjak dewasa dan meninggalkannya untuk ’cinta yang baru’.
Wajarkah cinta lama itu berlalu karna hadirnya cinta yang baru..? layakkah itu semua?
Begitu banyak kisah....
Ada seorang ibu yang amat dekat dengan si bungsu. Namun seseorang datang melamarnya, hingga si bungsu pun akhirnya menerimanya bersama segala keputusan yang ada setelahnya. Ia pergi keluar kota, ke luar daerah, bersama suaminya. Kesibukan ’melayani’ suami dan kini anaknya, menjadikannya lupa akan kedekatannya yang selalu, di masa lalu. Ia tak pernah mengirim kabar, mengirim uang untuk ibunya yang semakin sakit-sakitan. Sang ibu menjalani masa tuanya sendiri di rumah tuanya..
Sahabat,
Haruskah makna cinta dan kasih sayang harus hilang, bila telah berkeluarga..?
Saat ia telah mempunyai kehidupan baru, problema keluarga..
Lalu bhakti pada kedua orang tua yang selalu menyayanginya seakan pudar, adik dan kakaknya dibirkan dengan kehidupannya sendiri. Saudara kerabatnya pun tak lagi dikunjungi, kecuali pada hari-hari besar tertentu saja. Itupun kalo sempat, kalau ada waktu..
Saudara yang mengagungkan nama cinta,
Bukankah keluarga adalah cinta yang tak pernah putus, bila itu tetap dipelihara dan dipupuk?
Bukankah kesibukan apapun tak layak tuk menggugurkan perasaan yang besar, yang lahir atas karunia dan ridho-Nya?
Apakah kecerdasan dan kedewasaan seseorang untuk arif menjaga cinta keluarga yang telah bersamanya sejak lahir, layak dikalahkan oleh rintik-rintik problema dalam rumah tangganya yang baru..
Layakkah itu semua, sahabat..?
Kita memiliki perenungan kita sendiri,
kita memiliki otak dan hati sendiri.
Dengan atau tanpa orang lain ketahui,
dengan atau tanpa orang lain tahu dan merasakan serta membantu kesulitan dan kemudahan kita,
tetap ada kewajiban dan keharusan di antara itu semua
ada kemestian, dengan atau tanpa disuruh.. sebagaimana kita manusia yang punya nilai penghargaan, penghormatan, dan mendamba cinta dan kasih sayang.
Seakan kacang lupa kulitnya,
inginkah anda seperti itu..?
[semoga Rabb melindungi kita dari kealfaan yang berkelanjutan]
Allahu a’ lam bishsowab
Afwan atas sgala kekurangan.. smoga bermanfaat!
berbagi ilmu, lebih baik adanya...
Segala puji bagi Allah semata, yang telah menciptakan segala yang ada di bumi, dan diantaranya secara seimbang dan tanpa cacat setitik pun. Subhanallah…
Segala puji bagi Allah, yang telah menciptakan segala sesuatu dengan berpasang-pasangan, demikianlah sunatullah berjalan... Ia yang telah menganugerahkan melalui karunia yang besar, dengan menjadikan manusia, makhluk yang ”paling tinggi derajatnya”, yang hidup secara berpasang-pasangan, sesuai denagn Lauh Mahfudz-NYA. Subhanallah..
Saudara,
Telah banyak kita baca dan pelajari [iya, kan?] tentang indahnya pernikahan. Betapa besar nilai dibalik itu semua, jauh lebih indah dari sekedar memuaskan hawa nafsu melalui “forum pacaran”.
Pernikahan secara islami, alhamdulillah syiarnya semakin nyaring terdengar, dengan indah, tentunya.
Tak sedikit para ikhwah yang tengah mempersiapkan hal tersebut, telah diingatkan akan pentingnya “pengkondisian keluarga” pra-nikah, terutama pada kedua orangtua sebelum masa “yang dinantikan” itu dapat terlaksana. Hal tersebut dikarenakan pengkondisian keluarga adalah momok yang amat rawan bagi para pendamba “keluarga islami”, karena sisi yang syamil darinya belum tentu telah difahami oleh kedua orangtua. Maka mereka tampak tengah memperjuangkan hal itu, dengan sedininya…
Saudara,
Apa yang sebenarnya terbenak dan terbayang dalam masa persiapan tersebut? Masa dimana akan dimulainya ’kehidupan yang baru’?
Begitu banyak pribadi yang telah mempersiapkan sejak masa yang cukup lama.Mungkin diantaranya dengan persiapan ruhaniah, finansial [umumnya pada para calon ’Bapak’], kedewasaan diri, dan entah apa saja itu.. yang pasti saya yakini itu adalah persiapan yang sangat baik dan direncanakan sematang mungkin. Tak jarang diantaranya langsung memasang target masa depan mereka, akan apa yang akan dan diinginkan, sebagai cita-cita yang insya Allah adalah suatu yang amat mulia.
Antara lain, yaitu dengan tinggal di rumah baru, bersama orang yang dicintainya.
Yah, mungkin singkatnya adalah perencanaan untuk membentuk pernikahan yang sakinah, mawaddah warohmah, dengan segala pernak pernik kehidupan didalamnya.
Sahabat,
Begitu indahnya pernikahan, hingga mungkin tiada satu manusia di muka bumi ini yang tak mendamba hadirnya karunia yang amat besar lagi indah itu. Sudah indah, dapat pahala pula..
Namun,
Pernah berfikir satu sisi lain tentang pernikahan, saudaraku?
Si penulis ingin bertanya tentang keluarga, tentang kedua orang tua...
Adalah suatu realita, bahwa didalam kehidupan pernikahan yang telah terbina, mereka tengah menjalankan kehidupan barunya, bersama istrinya, bersama suaminya, bersama anaknya yang lucu dan amat disayanginya.
Hingga saat masa-masa taaruf, khitbah, hingga munahakat berhasil terlewati, hingga kehidupan baru telah dimulai, mulailah keluarga baru menjalani kehidupannya. Mulai meninggalkan keluarga ’masa lalunya’, bersama orangtua, adik kakak dan saudara-saudaranya yang lain..
Telah terlewatkah satu cinta yang telah lama ia rasakan dalam umurnya, sebelumnya..?
Adalah tentang cinta ‘masa lalunya’, cinta yang kerap kali banyak ditinggalkan seseorang, saat ia telah memulai hidup barunya..
Kasih kedua orangtuanya sejak lalu dalam kandungan, sejak masih ditimang hingga dewasa dan mampu berfikir tajam dan analis…
Juga kasih dari kakak yang telah banyak memberi contoh dan keteladanan serta yang baik, kasih adik yang rela membantu saat dimintai tolong ataupun tanpa meminta sekalipun.
Adalah tentang cinta keluarga..yang banyak menganggap itu hanya menjadi keluarga sejati, dimasa lalu..
Ini kehidupan baruku, bersama orang yang kucinta di jalan-Nya.. aka ingin memuluskan jalan dakwah ini di jalan-Nya, bersamanya, orang yang kucintai..
Lalu, kesibukan dalam kehidupan berumah tangga itu pun mulai datang. Kehidupan sebagai pasangan, yang menjadi seorang ibu rumah tangga, yang menjadi seorang bapak bagi tiga atau lebih anaknya...
Lambat laun cinta itu dia mulai abai, perhatian yang dulu amat lengket itu kini mulai dilupakan, hingga waktu terus berjalan, membawa berbagai kondisi, kemelut dan masalah lain, sesuai dengan berjalannya waktu...
Lalu kasih kedua orang tua dan keluarga serta saudara-saudaranya lambat laun memudar..
Saudaraku,
Wajarkah hal itu kala terjadi, dan memang benar-benar terjadi, meski ia mengatakan ”masalahku di rumah tanggaku sendiri sudah banyak!”
”Aku sibuk!”
”Tak ada waktu tuk berkunjung, lain waktu saja, ya.”
Saudaraku,
Itulah fenomena yang terjadi dalam kehidupan setelah berumah tangga. Tanyakanlah pada orangtua tentang kisah-kisah keluarga mereka, anak-anak mereka setelah mereka beranjak dewasa dan meninggalkannya untuk ’cinta yang baru’.
Wajarkah cinta lama itu berlalu karna hadirnya cinta yang baru..? layakkah itu semua?
Begitu banyak kisah....
Ada seorang ibu yang amat dekat dengan si bungsu. Namun seseorang datang melamarnya, hingga si bungsu pun akhirnya menerimanya bersama segala keputusan yang ada setelahnya. Ia pergi keluar kota, ke luar daerah, bersama suaminya. Kesibukan ’melayani’ suami dan kini anaknya, menjadikannya lupa akan kedekatannya yang selalu, di masa lalu. Ia tak pernah mengirim kabar, mengirim uang untuk ibunya yang semakin sakit-sakitan. Sang ibu menjalani masa tuanya sendiri di rumah tuanya..
Sahabat,
Haruskah makna cinta dan kasih sayang harus hilang, bila telah berkeluarga..?
Saat ia telah mempunyai kehidupan baru, problema keluarga..
Lalu bhakti pada kedua orang tua yang selalu menyayanginya seakan pudar, adik dan kakaknya dibirkan dengan kehidupannya sendiri. Saudara kerabatnya pun tak lagi dikunjungi, kecuali pada hari-hari besar tertentu saja. Itupun kalo sempat, kalau ada waktu..
Saudara yang mengagungkan nama cinta,
Bukankah keluarga adalah cinta yang tak pernah putus, bila itu tetap dipelihara dan dipupuk?
Bukankah kesibukan apapun tak layak tuk menggugurkan perasaan yang besar, yang lahir atas karunia dan ridho-Nya?
Apakah kecerdasan dan kedewasaan seseorang untuk arif menjaga cinta keluarga yang telah bersamanya sejak lahir, layak dikalahkan oleh rintik-rintik problema dalam rumah tangganya yang baru..
Layakkah itu semua, sahabat..?
Kita memiliki perenungan kita sendiri,
kita memiliki otak dan hati sendiri.
Dengan atau tanpa orang lain ketahui,
dengan atau tanpa orang lain tahu dan merasakan serta membantu kesulitan dan kemudahan kita,
tetap ada kewajiban dan keharusan di antara itu semua
ada kemestian, dengan atau tanpa disuruh.. sebagaimana kita manusia yang punya nilai penghargaan, penghormatan, dan mendamba cinta dan kasih sayang.
Seakan kacang lupa kulitnya,
inginkah anda seperti itu..?
[semoga Rabb melindungi kita dari kealfaan yang berkelanjutan]
Allahu a’ lam bishsowab
Afwan atas sgala kekurangan.. smoga bermanfaat!
berbagi ilmu, lebih baik adanya...
Comments